Haji Adam B.B.; Mantan Jagoan yang Jadi Ulama Terkenal

 

Syeikh Adam Balai-Balai, salah satu ulama terkemuka Minangkabau

Syeikh Adam Balai-Balai, salah satu ulama terkemuka Minangkabau, yang dulunya jagoan, pendiri Surau Pasar Baru (SPB) tempat mendidik santri menjadi ulama

TIDAK ada yang tahu masa depan seseorang kecuali Allah. Orang yang secara kasat mata terlihat sebagai preman, penjahat bahkan perampok, belum tentu sepanjang hayatnya akan menjadi seperti itu. Dalam sejarah Islam, dikenal nama besar seperti Fudhail bin ‘Iyadh.

Dengan segala kebesaran, kezuhudan dan keluasan ilmunya, siapa sangka dulunya adalah seorang penjahat yang suka merampok.

Dalam kitab “Siyar A’lam an-Nubalaa” Imam adz-Dzahabi menceritakan bahwa Fudhail bin ‘Iyadh dahulu adalah seorang perampok yang biasa menghadang orang-orang di antara daerah Abiward dan Sarakhs. Alasan ia bertaubat adalah karena ia jatuh cinta pada seorang wanita.

Suatu ketika, ketika ia sedang memanjat dinding untuk menemui wanita tersebut, ia mendengar seseorang membaca ayat, “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah…” (QS. Al-Hadid [57]: 16). Ketika mendengar ayat ini, ia berkata, “Ya, wahai Tuhanku, sudah tiba waktunya.” Kemudian ia turun dan kembali, dan malam itu ia berlindung di sebuah reruntuhan bangunan.

Di sana, ia mendapati sekelompok musafir. Sebagian dari mereka berkata, “Mari kita pergi,” sementara yang lain berkata, “Mari kita tunggu sampai pagi, karena Fudhail ada di jalan dan dia akan merampok kita.” Fudhail lalu berpikir dan berkata, “Aku berusaha di malam hari untuk melakukan maksiat, sementara ada sekelompok kaum Muslimin di sini yang takut padaku. Aku tidak melihat Allah membawaku kepada mereka kecuali untuk membuatku berhenti dari perbuatan ini. Ya Allah, aku telah bertaubat kepada-Mu, dan aku menjadikan taubatku ini dengan menetap di dekat Ka’bah.” Setelah tobat, dia memperbaiki diri serta mengejar ketertinggalan hingga jadi ulama besar.

Kisah Syeikh Haji Adam

Dalam sejarah Islam di Indonesia, ada juga figur ulama besar yang mempunyai latara berandal. Beliau adalah Syeikh Haji Adam B.B., atau lebih dikenal sebagai Syeikh Adam Balai-Balai, adalah salah satu ulama terkemuka dari Minangkabau yang hidup pada periode akhir abad ke-19 hingga pertengahan abad ke-20.

Lahir pada 31 Agustus 1889 dan wafat pada 15 Juli 1953, Syeikh Adam B.B. merupakan sosok yang unik dan inspiratif. Sebelum menjadi ulama besar, ia dikenal sebagai seorang pendekar dan “parewa gadang” (jagoan besar) di daerahnya, seorang yang disegani bukan karena ilmu agamanya, melainkan karena ketangguhannya dalam perkelahian dan keahliannya dalam seni bela diri.

Dari Jagoan jadi Ulama

Kehidupan Syeikh Adam B.B. di masa mudanya dipenuhi dengan aktivitas yang jauh dari nilai-nilai agama. Ia adalah sosok yang terkenal keras, tidak pernah shalat, tidak berpuasa, dan bahkan terlibat dalam dunia perjudian.

Namun, perjalanan hidupnya berubah drastis ketika ia bertemu dengan Dr. Karim Amarullah, yang dikenal dengan sebutan Inyiak Dr., seorang ulama besar yang juga merupakan ayah dari Buya Hamka.

Kisah yang paling terkenal dari pertobatan Adam B.B. adalah ketika ia datang ke sebuah pengajian yang diadakan oleh Inyiak Dr. di Masjid Jembatan Besi, Padang Panjang. Awalnya, Adam B.B. hadir bukan untuk mencari ilmu, melainkan untuk mencari kesalahan dari Inyiak Dr.

Namun, dalam pengajian tersebut, Inyiak Dr. menyampaikan kritik tajam terhadap orang-orang yang tidak peduli terhadap kondisi masjid mereka, bahkan mengibaratkan jika tidak ada bahan untuk memperbaiki atap masjid, kumis laki-laki pun bisa digunakan.

Ucapan ini ditujukan langsung kepada Adam B.B., yang dikenal memiliki kumis lebat.

Adam B.B., yang merasa tersinggung, menantang Inyiak Dr. untuk berkelahi di luar masjid. Tantangan ini diterima oleh Inyiak Dr., dan disaksikan oleh banyak orang. Namun, dalam pertarungan tersebut, Adam B.B. yang dikenal sebagai pergajul besar, justru jatuh tersungkur oleh tendangan Inyiak Dr.

Kejadian ini mengguncang Adam B.B. hingga ia menangis dan menyadari kesalahannya. Ia kemudian meminta maaf dan menyatakan diri sebagai murid dari Inyiak Dr. Sejak saat itu, Adam B.B. benar-benar bertaubat, meninggalkan semua bentuk kejahatan, dan mulai tekun beribadah serta belajar agama.

Ulama Besar

Setelah bertaubat, Syeikh Adam B.B. tidak hanya sekadar belajar agama, tetapi ia juga menjadi seorang ulama besar yang dihormati. Ia mendirikan Surau Pasar Baru (SPB) di Padang Panjang yang kemudian berkembang menjadi Madrasah Irsyadin Naas (MIN).

Surau ini menjadi tempat pendidikan yang ideal di mana para santri dididik untuk menjadi ulama, pendekar, dan seniman yang mandiri serta terampil, mencerminkan kepribadian Syeikh Adam B.B. sendiri.

Nama Syeikh Adam B.B. semakin dikenal luas, dan ia sering diundang dalam berbagai pertemuan ulama besar di Minangkabau. Sosoknya yang dulu dikenal sebagai jagoan berandalan kini berubah menjadi ulama yang penuh kebijaksanaan, menginspirasi banyak orang untuk mengikuti jejaknya dalam bertaubat dan memperbaiki diri.

Warisan Syeikh Adam B.B.

Syeikh Adam B.B. tidak hanya meninggalkan warisan berupa ilmu dan teladan, tetapi juga keturunan yang berprestasi. Salah satu putrinya, Huriah Adam, dikenal sebagai pelukis terkenal, meskipun sayangnya ia meninggal dalam kecelakaan pesawat MNA. Syeikh Adam B.B. telah membuktikan bahwa seseorang bisa berubah dari jalan yang kelam menjadi cahaya yang menerangi banyak orang. (Sumber: Majalah Harmonis No. 183, IX/1979)

Perjalanan hidupnya mengajarkan kita bahwa hidayah bisa datang kapan saja, dan dengan ketulusan untuk bertaubat, seseorang bisa mencapai derajat yang tinggi di hadapan Allah dan manusia.

Selain itu, Syeikh Haji Adam B.B. adalah bukti nyata bahwa perubahan adalah mungkin, dan setiap orang memiliki potensi untuk menjadi lebih baik, tak peduli seberapa kelam masa lalunya.

Sosoknya akan selalu dikenang sebagai ulama besar yang lahir dari perjalanan panjang seorang pendekar, menginspirasi generasi berikutnya untuk terus memperbaiki diri dan berbuat kebaikan di jalan Allah.*/ Mahmud Budi Setiawan

No comments: