Kemunduran Islam setelah Bangsa Mongol Meruntuhkan Abbasiyah

Kemunduran Islam setelah...
Faktor kemunduran Islam secara garis besar dipengaruhi oleh tiga peristiwa besar: Reconquista dan Perang Salib dan serangan Mongol. Ilustrasi: Ist
Faktor kemunduran Islam secara garis besar dipengaruhi oleh tiga peristiwa besar: Reconquista dan Perang Salib dan serangan Bangsa Mongol .

"Reconquista mendepak Islam dari Semenanjung Iberia tanpa membawa bekal ilmu pengetahuan yang mereka kembangkan sejak tahun 711 hingga tahun pengusiran terjadi," tulis Jati Pamungkas, S.Hum, M.A. dalam bukunya berjudul "Perang Salib Timur dan Barat, Misi Merebut Yerusalem dan Mengalahkan Pasukan Islam di Eropa".

Sedangkan Bangsa Mongol meruntuhkan Kekhalifahan Abbasiyah dan menghancurkan seluruh isi Baghdad, seperti madrasah dan perpustakaan, pada tahun 1258.

Hulagu Khan meminta Khalifah al-Mu’tashim Billah untuk menyerah namun ditolak. Baghdad begitu penting bagi Hulagu karena Baghdad menjadi gerbang dalam menaklukkan daerah lain di wilayah barat seperti Damaskus, Cairo, dan juga Konstantinopel.

Baghdad merupakan kota yang paling beradab di seluruh peradaban Islam. Baghdad merupakan kota pusat para cendekiawan dan ilmuwan muslim berkumpul.

Terdapat universitas terkenal bernama Madrasah Nizhamiah dan perpustakaan terbesar di dunia yaitu (Bait al-Hikmah) Baitul Hikmah di Baghdad.

Baghdad yang dibangun pada tahun 762 oleh Khalifah al-Manshur akhirnya dihancurkan dalam waktu seminggu setelah penaklukkan. Mayoritas penduduk, baik orang tua, anak kecil, wanita dibantai tanpa alasan.

Begitu pula seluruh tentara Abbasiyah dan juga keluarga istana semuanya dibunuh. Khalifah al-Mu’tashim sendiri dibunuh dengan cara diinjak-injak kuda.

Semua bangunan di Baghdad, seperti masjid, istana, dan fasilitas publik, dibakar dan dihancurkan. Oleh sebab itulah warisan peradaban di Baghdad ditemukan dalam kondisi hancur, seperti masjid tidak beratap, ubin yang hilang, hiasan dinding yang hilang, hingga tampak tembok coklat yang tidak dihiasi ornamen-ornamen karena dirusak dan dijarah.

Warisan peradaban tersebut berbeda dengan peninggalan di Damaskus, berupa masjid dan bangunan lainnya yang masih tampak terawat hingga sekarang.

Padahal secara logika, bangunan di Damaskus lebih tua daripada bangunan di Bagdad. Hal tersebut meyakinkan bahwa Mongol telah menaklukkan dengan cara yang melampaui rasa kemanusiaan.

Begitu pula Madrasah Nizhamiah dan Baitul Hikmah. Seluruh karangan ilmuwan penting dari berbagai bidang seperti kedokteran, matematika, astronomi, biologi, kimia, filsafat, dan ilmu umum lainnya dibakar dan dibuang ke Sungai Tigris.

Sementara karangan dalam bidang agama terselamatkan karena pada waktu itu Baitul Hikmah tempat menyimpan naskah atau karangan ilmuwan di bidang umum, sedangkan karangan agama disimpan di rumah ulama-ulama yang bersangkutan.

Oleh sebab itu karangan mengenai agama Islam masih dapat ditemukan dan dipelajari hingga sekarang, seperti karangan Imam al-Ghazali.

Pada waktu itu karangan atau buku dapat digandakan melalui proses penyalinan teks dengan tulisan tangan, jadi keberadaan karangan ilmiah sangat berarti.

Salah satu karangan yang telah digandakan contohnya adalah Qanun fi al-Thibb karangan Ibnu Sina.

Karangan tersebut dibawa ke Cordoba dan dipelajari oleh pelajar di Universitas Cordoba. Pada waktu itu terjadi hubungan yang erat antara Baghdad dan Cordoba dalam bidang ilmu pengetahuan, tetapi tidak dengan hubungan politik—yang disebabkan persaingan khalifah.

Seandainya buku-buku ilmiah tersebut tidak dihancurkan, mungkin Islam mudah untuk bangkit kembali; karena ilmu adalah fondasi peradaban. Apa jadinya jika Islam hanya melakukan invasi tanpa membangun peradaban? Mungkin tidak akan ada Kekhalifahan Abbasiyah dan Umayyah yang terkenal, tidak akan ada pula intelek-intelek muslim seperti Ibnu Sina, al-Farabi, al-Kindi, al-Khawarizmi, Ibnu Haitsam, Ibnu Hayyan, Ibnu Firnas, Ibnu Rusyd, dan masih banyak lagi.

Sekadang mengingatkan perpustakaan pada masa itu lebih dikenal dengan Baitul Hikmah daripada maktabah. Maksudnya adalah seseorang yang masuk ke perpustakaan dan membaca buku diharapkan menjadi orang yang lebih pandai serta bijaksana. Jadi pada masa Kekhalifahan Abbasiyah sebenarnya terdapat banyak perpustakaan, namun yang terbesar dan terlengkap terdapat di Baghdad dengan mengacu pada nama Baitul Hikmah.

Baitul Hikmah menjadi pusat penyimpanan karangankarangan ilmu pengetahuan umum dari berbagai bidang terutama non-agama.
(mhy)
Miftah H. Yusufpati

No comments: