Merindukan Pemimpin Seperti Umar
Ketika cahaya Islam menerangi hatinya, Umar menjadi sosok yang begitu mencintai Rasulullah SAW. Tatkala ia mendengar kabar Rasulullah SAW wafat, seketika dirinya datang ke kerumunan orang yang berduka dan menghunuskan pedangnya. Dengan lantang, diserukannya, "Siapa saja yang berkata bahwa Muhammad telah wafat, akan aku penggal lehernya!"
Namun, emosi itu segera mereda ketika Abu Bakar ash-Shiddiq, sahabat yang lebih senior, membenarkan berita tentang wafatnya Rasulullah SAW. Setelah mendengarkan ayat Alquran dan menyadari bahwa Nabi SAW pun adalah makhluk--yang pasti akan mengalami kematian--Umar pun tertunduk lemas. Ia tak kuasa menahan air matanya, menanggung kesusahan yang amat dalam karena telah berpisah dengan sosok yang amat dicintainya.
Sejak Rasulullah SAW wafat, Umar sering kali menangis karena takut tidak dapat berkumpul kembali dengan beliau. Nabi SAW dikenal sangat hati-hati dalam setiap perilaku, padahal beliau telah dijamin masuk surga.
Ketika Umar diangkat menjadi khalifah, maka sejak itu seluruh hidupnya benar-benar dibaktikan untuk mengurusi kepentingan umat. Dalam suatu riwayat disebutkan, ia hampir tiap malam melakukan ronda, berkeliling ke pelosok-pelosok kampung. Sebab, sosok berjulukan al-Faruq ini khawatir kalau ada penduduk yang urusannya terabaikan, perutnya kelaparan, dan masih dilanda ketakutan.
Bukan lantaran ingin menggaet popularitas atau hal-hal pamrih duniawi lainnya. Ronda secara diam-diam ini dilakukannya karena Umar sendiri sangat takut akan keadilan Allah. Bagaimana kelak dirinya akan mempertanggungjawabkan kepemimpinan atas umat di hadapan-Nya. Bahkan, jangankan terhadap urusan manusia, terhadap keadaan hewan di wilayah yang dipimpinnya pun ia begitu memperhatikan. Ini sebagai konsekuensi atas pengangkatannya sebagai pemimpin.
Pernah Umar bin Khattab berkata, "Aku sangat takut kalau ada unta yang terkantuk di jalan itu akan memberatkanku di hadapan Allah nanti."
Suatu riwayat menyebutkan, pada saat Umar melakukan ronda malam, tanpa sengaja ia mendengar seorang ibu berucap dari dalam rumah: "Aduh, celakalah si Umar! Ia tidur nyenyak dengan keluarganya, sedangkan kami rakyatnya pedih menahan lapar!"
Mendengar ini, Umar sangat bersedih hati. Ia menangis. Kemudian, al-Faruq bergegas mengambil makanan dari Baitul Mal dan dipikulnya sendiri makanan itu ke rumah si ibu.
Ketika pengawalnya menawarkan untuk membantunya, Umar berkata, "Engkah tidak akan bisa memikul dosaku di akhirat kelak."
Sesampainya di rumah penduduk itu, Umar sendiri yang memasak bahan makanan yang baru saja dipikulnya. Si ibu keheranan, mengapa ada orang asing yang malam-malam repot membantunya?
Setelah ibu dan anak-anaknya ini makan hingga kenyang, barulah Umar lega. Tidak jadi soal baginya, apakah rakyat ini sadar bahwa yang sudah repot-repot membantu mereka ini ternyata Umar atau bukan.
Begitulah performa pemimpin yang sungguh-sungguh meneladan Rasulullah SAW.Rol
No comments:
Post a Comment