Pemimpin Salib Ini Menolak Keputusan Penghentikan Suara Adzan
Kaisar Romawi Suci Frederick II, pemimpin Perang Salib 5-6 kecewa saat Sultan Al Kamil menghentikan suara adzan dengan alasan demi menghormatinya
TIDAK seperti para pemimpin Perang Salib lainnya, Kaisar Romawi Suci Frederick II (1220-1250 M), seorang pemimpin Perang Salib kelima dan keenam lebih dikenal menempuh jalur diplomasi.
Frederik II memiliki hubungan buruk dengan Gereja Katolik Roma. Ketika Perang Salib (kelima dan keenam) dimenangkannya, dia memperoleh kendali atas Yerusalem dan mengangkat dirinya sendiri sebagai rajanya. Namun, Kepausan menjadi musuhnya.
Meski demikian, Frederick II mengabaikan pengucilan Kepausan dan bahkan berhasil menguasai Tanah Suci dan Syam. Ia bahkan memperoleh hubungan yang lebih intim dengan Timur Tengah dan Dunia Islam.
Dalam Perang Salib Keenam (1228-1229 M) ia berhasil menghindari pertempuran yang sebenarnya dan merundingkan kontrol atas Baitul Maqdis (Yerusalem) dari Sultan Mesir dan Suriah, Sultan Al-Kamil bin Al-Adil Al-Ayubi (1218-1238 M).
Ibnu Washil berkisah mengenai sosok penguasa Kristen paling berpengaruh di Jerman, Italia, dan Sisilia ini; “Di antara raja-raja Frank (Kerajaan Orang Franka, red), ada seorang yang memiliki keutamaan, menyukai hikmah, mantiq, dan ilmu kedokteran serta memiliki kecenderungan kepada umat Islam. Hal itu karena tempat tinggal asalnya di Sisilia, sedangkan ia, ayahnya, serta kakeknya adalah rajanya, sedangkan penduduk pulau itu adalah umat Islam.” (dalam Mufarrij Al-Karub, 2/318).
Frederick II sendiri pernah bertanya mengenai Khalifah Abbasiyah kepada Amir Fakhruddin, pejabat Dinasti Al-Ayubi di masa Sultan Al-Kamil. Amir Fakhruddin menjelaskan bahwa para khalifah berasal dari keturunan paman Rasulullah ﷺ, Abbas.
“Betapa mulia ini, namun mereka (Frank) mengambil laki-laki dari tong sampah, tidak memiliki hubungan sebab atau nasab dari Isa Al-Masih, bodoh. Dan mereka menjadikannya pemimpin bagi mereka yang posisinya manggantikan Al-Masih. Sedangkan khalifah kalian adalah keturunan dari paman Nabi kalian. Dialah manusia yang paling berhak karena kedudukannya,” demikian kata Frederick. (dalam Mufarrij Al-Karub, 4/251).
Frederick II dikenal sebagai penguasa yang mencintai ilmu. Ia sering mengirimkan pertanyaan-pertanyaan kepada Sultan Al-Kamil mengenai berbagai disiplin ilmu. Sultan Al-Kamil pun merujuk kepada Syaikh Ilmuddin Qaishar yang merupakan ulama masyhur dalam bidang matematika, lalu megirimkan jawabannya ke Frederick II. (dalm Mufarrij Al-Karub, 4/242).
Ketika terjadi konflik antara Sultan Al-Kamil dengan saudaranya, Al-Muadzam Isa penguasa Damaskus, kedua belah pihak meminta bantuan dengan pihak luar. Al-Muadzam Isa meminta bantuan kepada Al-Khawarizmiyah sedangkan Al-Kamil meminta bantuan kepada Frederick II.
Al-Kamil mengirim utusan khusus ke Sisilia, yakni Amir Fakhruddin untuk meminta Frederick II mengirimkan pasukannya ke Syam. Sebagai balasannya Al-Kamil akan memberikan Al-Quds dan wilayah yang telah direbut Shalahuddin Al-Ayubi dan Frederick II.
Akhirnya Frederick dengan membawa 600 anggota pasukannya melakukan pelayaran ke Kota Syam.
Mendengar kabar tersebut, sebelum pasukan Frederick II sampai di Syam, Paus Gregory VII mengirim utusan kepada Sultan Al-Kamil, agar tidak menyerahkan Al-Quds kepada Frederic II. Seakan-akan konflik antara pihak Paus dengan Frederick II lebih penting daripada pertempuran umat Islam dan penguasa Kristen di Syam.
“Diplomasi” dalam Perang Salib
Akhirnya, antara Frederick II dan Sultan Al-Kamil sepakat damai selama 10 tahun dan Frederick II memperoleh Bait Al-Maqdis. Namun Al-Kamil mensyaratkan agar umat Islam tetap tinggal di Bait Al-Maqdis seperti semula, dan tidak pula ada perbaikan tembok pertahanan, serta Masjid Al Aqsha tetap dalam kekuaasaan umat Islam dan tetap dijaga syiar Islam.
Syarat tidak adanya pembangunan tembok pertahanan bertujuan agar Sultan Al-Kamil dengan mudah merebut kembali Al-Quds jika ia menghendaki.
Menghentikan Adzan Menghormati Frederick II
Berita adanya kesepakatan ‘damai’ antara Sultan Al-Kamil dengan Frederick II sampai ke Damaskus dan wilayah Muslim lain. Akibatnya banyak umat Islam marah dan bertambahlah kebencian pada Sultan Al-Kamil.
Di waktu yang sama, para penguasa Salib juga marah kepada Frederick II yang berhasil menguasai Al-Quds tanpa bekerja sama dengan para penguasa lainnya. Apalagi hal itu dilakukan dengan cara damai.
Setelah terwujud kesepakatan itu, Frederick II meminta izin kepada Sultan Al-Kamil untuk berkunjung ke Baitul Maqdis dan menginap selama satu malam. Sultan Al-Kamil pun menugaskankan Qadhi Syamsuddin dari Nablus untuk mendampingi.
Kala itu Frederick II kagum menyaksikan bangunan Kubah Sakhra’ (Dome of the Rock). Saat itu, Qadhi Syamsuddin memerintahkan agar para muadzin di malam itu tidak mengumandangkan adzan selama kunjungan Frederick II.
Hingga akhirnya Frederick II bertanya; “Wahai Qadhi, kenapa para muadzin tidak mengumandangan adzan seperti biasanya?”
Qadhi Syamsuddin mengutarakan bahwa hal itu dilakukan dalam rangka menghormatinya. Frederick II membalas; “Anda salah atas perbuatan Anda, demi Allah sesungguhnya tujuan utamaku untuk bermalam di Al-Quds untuk mendengar adzan para muadzin dan tasbih mereka di malam hari.” (dalam Mufarrij Al-Karub, 4/244,245).
Namun setelah 15 tahun dalam kekuasaan Frederick II, Al-Quds direbut oleh Khawarizmiyah. Meki demikian hubungan antara Frederick II dengan Dinasti Ayubiyah terus berlangsung pasca wafatnya Al-Kamil yang diganti oleh putranya Sultan Shalih Najmuddin Ayub.
Kala itu Frederick II juga memperingatkan Sultan Shalih Najmuddin Ayub mengenai persiapan Raja Louis IX penguasa Prancis untuk menyerang Mesir pada Perang Salib VII. Frederick II pun mengirim utusannya kepada Louis IX untuk membatalkan niatnya tersebut dan memperingatkan akibat keputusan itu.
Namun Louis IX menolak saran tersebut. Maka Frederick mengirimkan utusan kepada Sultan Shalih Najmuddin Ayub dengan secara diam-diam untuk memberitahukan hal itu.
Ibnu Washil menceritakan apa yang disampaikan oleh utusan tersebut; “Perjalananku ke Mesir kala itu serta kepulanganku dengan memakai pakaian sebagaimana layaknya seorang pedagang dan tidak ada yang tahu akan pertemuanku dengan Sultan Shalih, khawatir pihak Frank mengetahui bahwa Kaisar condong kepada umat Islam.” (dalam Mufarrij Al Karub, 4/ 247).
Dalam Perang Salib VII Raja Louis IX menderita kekalahan. Ia sendiri ditawan oleh pasukan Islam dan pasukannya terusir dari kota Dimyat.*
No comments:
Post a Comment