Strategi Rasulullah SAW dalam Perang Uhud
Kisah strategi Rasulullah SAW dalam Perang Uhud bisa disimak dalam buku "Sejarah Hidup Muhammad" karya Muhammad Husain Haekal yang diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah.
Dikisahkan, pagi-pagi sekali; kaum Muslimin berangkat menuju Uhud. Lalu mereka memotong jalan sedemikian rupa sehingga pihak musuh itu berada di belakang pasukan Muslim.
Selanjutnya Nabi Muhammad SAW mengatur barisan para sahabat . Limapuluh orang barisan pemanah ditempatkan di lereng-lereng gunung, dan kepada mereka diperintahkan:
"Lindungi kami dari belakang, sebab kita khawatir mereka akan mendatangi kami dari belakang. Dan bertahanlah kamu di tempat itu, jangan ditinggalkan. Kalau kamu melihat kami dapat menghancurkan mereka sehingga kami memasuki pertahanan mereka, kamu jangan meninggalkan tempat kamu. Dan jika kamu lihat kami yang diserang jangan pula kami dibantu, juga jangan kami dipertahankan. Tetapi tugasmu ialah menghujani kuda mereka dengan panah, sebab dengan serangan panah kuda itu takkan dapat maju."
Selain pasukan pemanah, yang lain tidak diperbolehkan menyerang siapa pun, sebelum ia memberi perintah menyerang.
Adapun pihak Quraisy juga sudah menyusun barisan. Barisan kanan dipimpin oleh Khalid bin Walid sedang sayap kiri dipimpin oleh Ikrimah bin Abi Jahal . Bendera diserahkan kepada Abd'l 'Uzza Talha b. Abi Talha.
Wanita-wanita Quraisy sambil memukul tambur dan genderang berjalan di tengah-tengah barisan itu. Kadang mereka di depan barisan, kadang di belakangnya. Mereka dipimpin oleh Hindun binti Utba, isteri Abu Sufyan, seraya berteriak-teriak:
"Hayo, Banu Abd'd-Dar... Hayo pengawal barisan belakang Hantamlah dengan segala yang tajam. Kamu maju kami peluk Dan kami hamparkan kasur yang empuk atau kamu mundur kita berpisah. Berpisah tanpa cinta."
Nabi Muhammad SAW berpidato memberi semangat dalam pertempuran itu. Ia menjanjikan pasukannya akan mendapat kemenangan apabila mereka tabah.
Sebilah pedang dipegangnya sambil ia berkata: "Siapa yang akan memegang pedang ini guna disesuaikan dengan tugasnya?"
Beberapa orang tampil. Tapi pedang itu tidak pula diberikan kepada mereka. Kemudian Abu Dujana Simak bin Kharasya dari Banu Sa'ida tampil seraya berkata: "Apa tugasnya, Rasulullah?"
"Tugasnya ialah menghantamkan pedang kepada musuh sampai ia bengkok," jawabnya.
Abu Dujana seorang laki-laki yang sangat berani. Ia mengenakan pita (kain) merah. Apabila pita merah itu sudah diikatkan orang pun mengetahui, bahwa ia sudah siap bertempur dan waktu itu pun ia sudah mengeluarkan pita mautnya itu.
Pedang diambilnya, pita dikeluarkan lalu diikatkannya di kepala. Kemudian ia berlagak di tengah-tengah dua barisan itu seperti biasanya apabila ia sudah siap menghadapi pertempuran.
"Cara berjalan begini sangat dibenci Allah, kecuali dalam bidang ini," kata Nabi Muhammad setelah dilihatnya orang itu berlagak.
Orang pertama yang mencetuskan perang di antara dua pihak itu adalah Abu 'Amir 'Abdul 'Amr bin Shaifi al-Ausi (dari Aus).
Orang ini sengaja pindah dari Madinah ke Makkah hendak membakar semangat Quraisy supaya memerangi Nabi Muhammad. Ia belum pernah ikut dalam perang Badar.
Ia menerjunkan diri dalam perang Uhud dengan membawa lima belas orang dari golongan Aus. Ada juga budak-budak dari penduduk Makkah yang juga dibawanya.
Menurut dugaannya, apabila nanti ia memanggil orang-orang Islam dari golongan Aus yang ikut berjuang di pihak Nabi Muhammad, niscaya mereka akan memenuhi panggilannya, akan berpihak kepadanya dan membantu Quraisy.
"Saudara-saudara dari Aus! Saya adalah Abu 'Amir!" teriaknya memanggil-manggil.
Tetapi Muslimin dari kalangan Aus itu membalas: "Tuhan takkan memberikan kesenangan kepadamu, durhaka!"
Perang pun lalu pecah. Budak-budak Quraisy serta 'Ikrima bin Abi Jahal yang berada di sayap kiri, berusaha hendak menyerang Muslimin dari samping, tapi pihak Muslimin menghujani mereka dengan batu sehingga Abu 'Amir dan pengikut-pengikutnya lari tunggang-langgang. Ketika itu juga Hamzah bin Abdul Mutalib berteriak, membawa teriakan perang Uhud:
"Mati, mati!" Lalu ia terjun ke tengah-tengah tentara Quraisy itu. Ketika itu Talha bin Abi Talha, yang membawa bendera tentara Makkah berteriak pula: "Siapa yang akan duel?"
Lalu Ali bin Abi Thalib tampil menghadapinya. Dua orang dari dua barisan itu bertemu. Cepat-cepat Ali memberikan satu pukulan, yang membuat kepala lawannya itu belah dua. Nabi merasa lega dengan itu.
Ketika itu juga kaum Muslimin bertakbir dan melancarkan serangannya. Dengan pedang Nabi di tangan dan mengikatkan pita maut di kepala, Abu Dujane pun terjun ke depan.
Dibunuhnya setiap orang yang dijumpainya. Barisan orang-orang musyrik jadi kacau-balau. Kemudian ia melihat seseorang sedang mencencang-cencang sesosok tubuh manusia dengan keras sekali. Diangkatnya pedangnya dan diayunkannya kepada orang itu. Tetapi ternyata orang itu adalah Hindun binti 'Utba. Ia mundur. Terlalu mulia rasanya pedang Rasul akan dipukulkan kepada seorang wanita.
Dengan secara keras sekali pihak Quraisy pun menyerbu pula ke tengah-tengah pertempuran itu. Darahnya sudah mendidih ingin menuntut balas atas pemimpin-pemimpin dan pemuka-pemuka mereka yang sudah tewas setahun yang lalu di Badar.
Dua kekuatan yang tidak seimbang itu, baik jumlah orang maupun perlengkapan, berhadap-hadapan. Kekuatan dengan jumlah yang besar ini motifnya adalah balas-dendam, yang sejak perang Badar tidak pernah reda.
Sedang jumlah yang lebih kecil motifnya adalah: pertama mempertahankan akidah, mempertahankan iman dan agama Allah, kedua mempertahankan tanah air dan segala kepentingannya.
Mereka yang menuntut bela itu terdiri dari orang-orang yang lebih kuat dan jumlah pasukan yang lebih besar. Di belakang mereka itu kaum wanita turut pula mengobarkan semangat. Tidak sedikit di antara mereka yang membawa budak-budak itu menjanjikan akan memberikan hadiah yang besar apabila mereka dapat membalaskan dendam atas kematian seorang bapak, saudara, suami atau orang-orang yang dicintai lainnya, yang telah terbunuh di Badar.
Hamzah bin Abdul Muthalib adalah seorang pahlawan Arab terbesar dan paling berani. Ketika terjadi perang Badar dialah yang telah menewaskan ayah dan saudara Hindun, begitu juga tidak sedikit orang-orang yang dicintainya yang telah ditewaskan.
Seperti juga dalam perang Badar, dalam perang Uhud inipun Hamzah adalah singa dan pedang Tuhan yang tajam. Ditewaskannya Arta bin 'Abd Syurahbil, Siba' bin 'Abd'l-'Uzza al-Ghubsyani, dan setiap musuh yang dijumpainya nyawa mereka tidak luput dari renggutan pedangnya.
Sementara itu Hindun binti 'Utba telah pula menjanjikan Wahsyi, orang Abisinia dan budak Jubair (b. Mut'im) akan memberikan hadiah besar apabila ia berhasil membunuh Hamzah. Begitu juga Jubair bin Mut'im sendiri, tuannya, yang pamannya telah terbunuh di Badar, mengatakan kepadanya:
"Kalau Hamzah paman Muhammad itu kau bunuh, maka engkau kumerdekakan." Wahsyi sendiri dalam hal ini bercerita sebagai berikut:
"Kemudian aku berangkat bersama rombongan. Aku adalah orang Abisinia yang apabila sudah melemparkan tombak cara Abisinia, jarang sekali meleset. Ketika terjadi pertempuran, kucari Hamzah dan kuincar dia."
"Kemudian kulihat dia di tengah-tengah orang banyak itu seperti seekor unta kelabu sedang membabati orang dengan pedangnya. Lalu tombak kuayunkan-ayunkan, dan sesudah pasti sekali kulemparkan. Ia tepat mengenai sasaran di bawah perutnya, dan keluar dari antara dua kakinya."
"Kubiarkan tombak itu begitu sampai dia mati. Sesudah itu kuhampiri dia dan kuambil tombakku itu, lalu aku kembali ke markas dan aku diam di sana, sebab sudah tak ada tugas lain selain itu. Kubunuh dia hanya supaya aku dimerdekakan saja dari perbudakan. Dan sesudah aku pulang ke Makkah, ternyata aku dimerdekakan."
Adapun mereka yang berjuang mempertahankan tanah-air, contohnya terdapat pada Quzman, salah seorang munafik, yang hanya pura-pura Islam. Ketika kaum Muslimin berangkat ke Uhud ia tinggal di belakang. Keesokan harinya, ia mendapat hinaan dari wanita-wanita Banu Zafar.
"Quzman," kata wanita-wanita itu. "Tidak malu engkau dengan sikapmu itu. Seperti perempuan saja kau. Orang semua berangkat kau tinggal dalam rumah."
Dengan sikap berang Quzman pulang ke rumahnya. Dikeluarkannya kudanya, tabung panah dan pedangnya. Ia dikenal sebagai seorang pemberani. Ia berangkat dengan memacu kudanya sampai ke tempat tentara.
Sementara itu Nabi sedang menyusun barisan Muslimin. Ia terus menyeruak sampai ke barisan terdepan. Dia adalah orang pertama dari pihak Muslimin yang menerjunkan diri, dengan melepaskan panah demi panah, seperti tombak layaknya.
Hari sudah menjelang senja. Tampaknya Quzman lebih suka mati daripada lari. Ia sendiri lalu membunuh diri sesudah sempat membunuh tujuh orang Quraisy di Suway'a - selain mereka yang telah dibunuhnya pada permulaan pertempuran. Tatkala ia sedang sekarat itu, Abdul Khaidaq lewat di tempat itu.
"Quzman, beruntung kau akan mati syahid," katanya.
"Abu 'Amr," kata Quzman. "Sungguh saya bertempur bukan atas dasar agama. Saya bertempur hanya sekadar menjaga jangan sampai Quraisy memasuki tempat kami dan melanda kehormatan kami, menginjak-injak kebun kami. Saya berperang hanya untuk menjaga nama keturunan masyarakat kami. Kalau tidak karena itu saya tidak akan berperang."
Sebaliknya mereka yang benar-benar beriman, jumlahnya tidak lebih dari 700 orang. Mereka bertempur melawan 3.000 orang kafir Quraisy.
Dalam perang ini sepak terjang Hamzah dan Abu Dujana telah memperlihatkan suatu teladan dalam arti kekuatan moril yang tinggi pada mereka itu. Suatu kekuatan yang telah membuat barisan Quraisy jadi lemas seperti rotan, membuat pahlawan-pahlawan Quraisy, yang tadinya di kalangan Arab keberaniannya dijadikan suri teladan, telah mundur dan surut.
Setiap panji mereka lepas dari tangan seseorang, panji itu diterima oleh yang lain di belakangnya. Setelah Talha bin Abi Talha tewas di tangan Ali datang Utsman bin Abi Talha menyambut bendera itu, yang juga kemudian menemui ajalnya di tangan Hamzah. Seterusnya bendera itu dibawa oleh Abu Sa'd bin Abi Talha sambil berkata:
"Kamu mendakwakan bahwa koban-korban kamu dalam surga dan korban-korban kami dalam neraka! Kamu bohong! Kalau kamu benar-benar orang beriman majulah siapa saja yang mau melawanku":
Entah Ali atau Sa'ad bin Abi Waqqash ketika itu menghantamkan pedangnya dengan sekali pukul hingga kepala orang itu terbelah.
Berturut-turut pembawa bendera itu muncul dari Banu Abd'd Dar. Jumlah mereka yang tewas telah mencapai sembilan orang, yang terakhir ialah Shu'ab orang Abisinia, budak Banu Abd'd-Dar.
Tangan kanan orang itu telah dihantam oleh Quzman, maka bendera itu dibawanya dengan tangan kiri. Tangan kiri inipun oleh Quzman dihantam lagi dengan pedangnya. Selanjutnya bendera itu oleh Shu'ab dipeluknya dengan lengan ke dadanya, kemudian ia membungkuk sambil berkata: Hai Banu Abd'd-Dar, sudahkah kau maafkan? Lalu ia ditewaskan entah oleh Quzman atau oleh Sa'd bin Abi Waqqash, sumbernya masih berbeda-beda.
Setelah mereka yang membawa bendera itu tewas semua, pasukan orang-orang musyrik itu hancur. Mereka sudah tidak tahu lagi bahwa mereka dikerumuni oleh wanita-wanita, bahwa berhala yang mereka mintai restunya telah terjatuh dari atas unta dan pelangking yang membawanya.
Kemenangan Muslimin dalam perang Uhud pada pagi hari itu sebenarnya adalah suatu mukjizat. Adakalanya orang menafsirkan, bahwa kemenangan itu disebabkan oleh kemahiran Nabi Muhammad SAW mengatur barisan pemanah di lereng bukit, merintangi pasukan berkuda dengan anak panah sehingga mereka tidak dapat maju, juga tidak dapat menyergap Muslimin dari belakang.
Ini memang benar. Tetapi juga tidak salah, bahwa 600 orang Muslimin yang menyerbu jumlah sebanyak lima kali lipat itu pun, dengan perlengkapan yang juga demikian, motifnya adalah iman, iman yang sungguh-sungguh, bahwa mereka dalam kebenaran.
Inilah yang membawa mukjizat kepahlawanan melebihi kepandaian pimpinan. Barang siapa yang telah beriman kepada kebenaran, ia takkan guncang oleh kekuatan materi, betapa pun besarnya. Semua kekuatan batil yang digabungkan sekalipun, takkan dapat menggoyahkan kebulatan tekadnya itu.
(mhy)
Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment