Bagaimana Raden Patah Memeluk Islam?

Sejak kecil, Raden Patah telah mempelajari Islam dari ibunya. Red: Muhammad Hafil Wisatawan berkeliling di kawasan Masjid Agung Demak, Jawa Tengah, Kamis (31/3/2022). Masjid Agung Demak adalah salah satu masjid tertua yang ada di Indonesia. Masjid ini dipercayai pernah menjadi tempat berkumpulnya para ulama (wali) yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa yang disebut dengan Walisongo. Pendiri masjid ini diperkirakan adalah Raden Patah, raja pertama dari Kesultanan Demak sekitar abad ke-15 Masehi. Saat ini Masjid Agung Demak menjadi ikon wisata Kabupaten Demak yang menjadi tujuan pariwisata.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Wisatawan berkeliling di kawasan Masjid Agung Demak, Jawa Tengah, Kamis (31/3/2022). Masjid Agung Demak adalah salah satu masjid tertua yang ada di Indonesia. Masjid ini dipercayai pernah menjadi tempat berkumpulnya para ulama (wali) yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa yang disebut dengan Walisongo. Pendiri masjid ini diperkirakan adalah Raden Patah, raja pertama dari Kesultanan Demak sekitar abad ke-15 Masehi. Saat ini Masjid Agung Demak menjadi ikon wisata Kabupaten Demak yang menjadi tujuan pariwisata.

Peristiwa penyebaran Islam di Nusantara semakin masif pada abad ke-13 dan abad ke-14. Lebih-lebih dakwah Islam yang dilakukan Sunan Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik dan dilanjutkan oleh Sunan Ali Rahmatullah atau Sunan Ampel mampu masuk ke tataran elit pejabat kerajaan-kerajaan di pulau Jawa tak terkecuali Majapahit.   

Pada masa yang sama, pengaruh Majapahit sebagai kerajaan Hindu terbesar di bawah pemerintahan Brawijaya V justru perlahan-lahan mulai meredup. Ini tak lepas dari konflik internal keluarga kerajaan dan perebutan kekuasaan.

Prabu Brawijaya V atau Prabu Kertawijaya mempunyai seorang anak bernama Raden Patah dari pernikahannya dengan putri bangsawan Cina bernama Siu Ban Ci. Dalam buku Sejarah Lengkap Islam Jawa yang diterbitkan Laksana pada 2022 karya Husnul Hakim menukil keterangan sejarawan Nahdlatul Ulama KH. Agus Sunyoto yang menjelaskan bahwa Siu Ban Ci adalah putri dari pasangan Tan Go Hwat dan  Siu Te Yok. Mereka adalah pasangan Muslim Tionghoa yang telah lama tinggal di Gresik. Tan Go Hwat selain dikenal sebagai seorang saudagar, ia juga adalah ulama penyebar Islam. Karenanya Tan Go Hwat dijuluki masyarakat Jawa dengan sebutan Syekh Bantong. Dari ayahnya itulah, Siu Ban Ci mempelajari Islam yang kemudian ia juga mengajarkannya pada Raden Patah. 

Saat Siu Ban Ci sedang hamil sedang hamil Raden Patah, Prabu Kertawijaya malah mempersunting permaisuri dari Champa. Hubungan Siu Ban Ci dan permaisuri Champa itu tidak akur. Singkat cerita, Prabu Kertawijaya memilih menceraikan Siu Ban Ci yang dalam keadaan hamil. Lalu, Prabu Kertawijaya, menyerahkan Siu Ban Ci kepada putra sulungnya ke Arya Damar yang menjadi raja di Palembang. 

"Ketika itu, Siu Ban Ci dalam keadaan hamil. Sesampainya di Palembang, pada tahun 1455 M. Siu Ban Ci melahirkan seorang putra yang dinamai Fatah (Raden Patah). Siu Ban Ci lalu dinikahi oleh Arya Damar, dan dari pernikahan ini, lahirlah seorang putra yang dinamai Husein (Raden Kusen)," (Sejarah Lengkap Islam Jawa halaman 123-124)

Sejak kecil, Raden Patah telah mempelajari Islam dari ibunya. Bahkan ia juga mendapat berbagai informasi tentang ajaran Islam dari ayah tirinya yakni Arya Damar yang memimpin kerajaan Palembang. Meski demikian Raden Patah sering menolak pandangan Arya Damar yang masih mencampurkan nilai-nilai ajaran Hindu-Budha. Dari situlah, Raden Patah memilih untuk uzlah dan memperdalam ajaran Islam hingga ke pulau Jawa. Selain itu untuk menemui ayah kandungnya yakni Brawijaya V atau Prabu Kertawijaya. 

Raden Patah tiba di Jawa melalui Gresik. Tetapi ia tak langsung menuju ke Majapahit. Raden Patah justru menyambangi sejumlah daerah yang menjadi pusat penyebaran Islam. Dalam buku Sunan Kalijaga Asal Usul Masjid Agung Demak karya Ade Soekirno menyebutkan bahwa sebelum ke Majapahit, Raden Patah menetap dulu di Pesisir Utara Jawa yang menjadi wilayah perkembangan agama Islam mulai dari Cirebon, Demak, Tuban, Gresik, dan Surabaya. Setibanya di Surabaya, Raden Patah menimba ilmu agama kepada Sunan Ampel. 

"Sebelum kembali ke Majapahit. Raden patah menekuni ilmu kerohanian dan pengetahuan tentang Islam di Surabaya pada seorang ulama bernama sunan Ampel yang kala itu menggantikan posisi sunan Maulana Malik Ibrahim yang wafat 1419," (Sunan Kalijaga Asal Usul Masjid Agung Demak karya Ade Soekirno penerbit Gramedia widiasarana Indonesia, 1994).

Raden Patah pun menemui ayahnya prabu Brawijaya V. Ia mengenalkan ajaran Islam pada ayah kandungnya itu, meski demikian Prabu Brawijaya enggan untuk memeluk Islam. Selain untuk mendakwahkan Islam kepada ayahnya, Keda Raden Patah ke Majapahit juga untuk membantu ayahnya dari orang-orang yang berupaya merebut kekuasaannya. 

Meski secara pribadi Prabu Brawijaya V tetap kokoh dalam keyakinannya, namun ia mempersilakan putranya itu menyebarkan Islam di Tanah Jawa. Lalu Raden Patah pun diberikan wilayah di alas Glagah. 

"Raden patah tidak memaksa dan tetap menghormati sikap ayahandanya itu karena hal serupa pula dilakukan oleh Sunan Ampel gurunya maupun sunan Maulana Malik Ibrahim yang datang pertama kali ke Jawa lewat Gresik tahun 1380. Ia kemudian diberikan wilayah kekuasaan sendiri di Bintoro," (Sunan Kalijaga Asal Usul Masjid Agung Demak karya Ade Soekirno).

Orang-orang dari Majapahit yang telah memeluk Islam memilih mengikuti Raden Patah untuk membahas alas Glagah yang kemudian menjadi Bintoro Demak. Meski begitu Bintoro Demak masih berstatus di bawah kendali Majapahit hingga  keruntuhannya.

 Bangkitnya Kerajaan Islam Demak

Pada tahun 1400 C/1478 M, kerajaan Majapahit luluh lantak diserbu oleh Dyah Ranawijaya Girindrawardhana dari Kediri. Majapahit terbakar selama 3 hari 3 malam. Istana manguntur, tempat kediaman Prabu Kertabhumi Brawijaya V hangus beserta ratusan ribu rakyat Majapahit. 

"Sirna ilang Kerthaning Bhumi Sunya Nora Yuganing Wang (hilang sudah maharaja kertabhumi, kosong melompong tidak ada anak manusia) itulah candrasengkala yang ada, menandai tahun 1400 C . Tahun itu, Raden Fatah sudah menduduki posisi sebagai pecat-thanda (wakil Adipati) di kadipaten Demak dengan kedudukan di Bintoro dan kemudian naik menjadi Adipati Bintoro,"( Sufisme Syekh Siti Jenar karya KH. Muhammad Sholikhin Media Pressindo 2014, halaman 117)

Pada tahun 1420 C /1498 M, Girindrawardhana dibunuh oleh anak patihnya sendiri yaitu Raden Udara yang kemudian merebut takhta Keling dan Majapahit sekaligus. Akibatnya banyak wilayah-wilayah yang memisahkan diri dari Majapahit, termasuk kadipaten Terung, dekat Kediri, dengan pechat-tanda Raden Kusen, menolak Prabu Udara. 

Karena yang memegang kekuasaan Majapahit bukan lagi trah Raja Brawijaya maka oleh sidang para dewan wali saat itu dipandang sebagai waktu yang tepat untuk memproklamirkan Demak sebagai kesultanan (kerajaan Islam) yang independen. 

Sebab selama ini, Bintaro-Demak adalah sebagai kadipaten di.bawah kekuasaan Majapahit. Lebi-lebih Raden Patah sebagai salah satu keturunan Raja Kertawijaya memang berhak mendapatkan tanah perdikan yang kemudian lokasi yang diberikan adalah alas Bintoro-Demak. 

Untuk mempersiapkan kesultanan itu, maka dalam masa 40 hari sebagai persiapan, dewan wali menunjuk penguasa sementara, yaitu sunan Giri. Setelah masa jabatan 40 hari tersebut, dewan wali sepakat menobatkan Raden Patah sebagai raja pertama kesultanan Demak. Hanya saja kesultanan itu , baru mendapat pengakuan penuh dari daerah-daerah sekitar pada tahun 1500. Maka kebanyakan catatan sejarah menyatakan bahwa Raden Fatah memerintah mulai tahun 1500. Sejak saat itulah, kesultanan Demak didirikan di atas fondasi Islam-Sunni. 

Dengan format syar'i yang ketat di bawah kontrol dewan wali. Selanjutnya pada tahun 1428 C /1506 M, masjid Demak berhasil didirikan, sebagai markas dewan wali, yang dalam sastra Surakarta abad ke-17 disebut sebagai wali Sanga. 

Pada 1513, Demak diserang oleh Adipati Supit Urang sekutu Prabu Udara. Sehingga sejak tahun itu Demak terlibat pertempuran dengan Majapahit. Namun akhirnya peperangan dimenangkan oleh Demak. Selanjutnya pada tahun 1518 Demak dengan kekuatan penuh menyerbu Prabu Udara di Kediri, di mana prabu yang mengklaim diri sebagai Brawijaya tersebut meninggal. (Sufisme Syekh Siti Jenar halaman 118).

No comments: