Kesaksian Marco Polo akan Muslim di Nusantara: Dikelilingi Masyarakat Animisme-Dinamisme

 Laporan Marco Polo membantu kita memahami seperti apa masyarakat Muslim ketika itu. Rep: Fuji Eka Permana/ Red: A.Syalaby Ichsan Pengunjung mengamati peta jalur rempah yang dipajang pada pameran Jalur Rempah: Rumah Rempah Dunia di Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta, Rabu (13/12/2023). Pameran Jalur Rempah tersebut menyajikan beragam koleksi sejarah seperti alat pengolah rempah, beragam rempah khas Nusantara, peta jalur rempah, prasati, replika mahkota Kesultanan Kutai Kertanegara (Ketopong), relief Candi Borobudur dan replika Kapal Samudra Raksa yang diharapkan menjadi sarana edukasi bagi pengunjung tentang perjalanan dan pengaruh rempah Nusantara terhadap peradaban dunia. Pameran tersebut berlangsung hingga 31 Desember 2023 dengan tarif museum Rp2.000 per orang.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pengunjung mengamati peta jalur rempah yang dipajang pada pameran Jalur Rempah: Rumah Rempah Dunia di Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta, Rabu (13/12/2023). Pameran Jalur Rempah tersebut menyajikan beragam koleksi sejarah seperti alat pengolah rempah, beragam rempah khas Nusantara, peta jalur rempah, prasati, replika mahkota Kesultanan Kutai Kertanegara (Ketopong), relief Candi Borobudur dan replika Kapal Samudra Raksa yang diharapkan menjadi sarana edukasi bagi pengunjung tentang perjalanan dan pengaruh rempah Nusantara terhadap peradaban dunia. Pameran tersebut berlangsung hingga 31 Desember 2023 dengan tarif museum Rp2.000 per orang.
Petualang legendaris dari Venesia, Marco Polo pernah berkelana ke berbagai pelosok Asia. Pada 1292, Marco Polo berkesempatan untuk singgah di bumi Nusantara dan menyaksikan penduduknya telah beragama Islam. 

Sejauh ini proses Islamisasi di Nusantara dipahami melalui tiga sumber utama. Pertama, yang ditulis oleh pelancong asing (laporan asing). Kedua, yang berkembang secara lisan di dalam masyarakat (tradisi lisan/ oral tradition). Ketiga, yang ditulis oleh kalangan pribumi (historigrafi traditional). 

Ketiga sumber tersebut dalam banyak hal memberikan banyak informasi tentang seperti apa Islam dikenali sebelum akhirnya diyakini oleh masyarakat di masa lalu, dilansir dari buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia.

Perihal sumber yang ditulis oleh pelancong asing (laporan asing), laporan Marco Polo (tahun 1254 - 1324) merupakan salah satunya. Pelaut yang lahir pada 1254 tersebut telah membantu kita memahami seperti apa masyarakat Muslim di wilayah Samudera Pasai (the King of Samara) utamanya warga Perlak (Felech) hidup bersama di tahun 1292 bersama dengan para pedagang asal Arab yang beragama Islam. 

Dalam pengamatan Marco Polo, Perlak (di Sumatera) adalah sebuah kota Islam yang dikelilingi oleh daerah-daerah non-Islam yang masih begitu kuat menganut kepercayaan animisme dan dinamisme.

Selain Marco Polo yang mendeskripsikan masyarakat Perlak masa lalu lewat The Travel, pemahaman atas proses Islamisasi di Indonesia juga dibantu oleh seorang petualang bernama Ibnu Battuta (tahun 1304 - 1377) yang melalui karyanya Travels in Asia and Africa: 1325 - 1354, telah membantu pemahaman seperti apa kehidupan beragama dan intelektual di kerajaaan Islam tertua di ujung pulau Sumatera, Samudera Pasai, yang secara resmi belum sampai setengah abad menganut Islam pada abad ke-14. 

Kala singgah di Samudera Pasai di tahun 1345, Ibnu Battutah merekam fakta bahwa raja yang memerintah negara itu memakai gelar Islam yakni Malikut Thahbir bin Malik Al Saleh. Sementara mazhab Syafi’i menjadi paham yang dipeluk hampir mayoritas masyarakat.Rol

No comments: