Kisah Lahirnya Daulah Abbasiyah: Berakhirnya Kongsi Sunni dan Syi'ah

Kisah Lahirnya Daulah...
Kelompok Sunni ini berhasil menjalin kerja sama dengan kelompok Syi’ah, karena mereka sama-sama keturunan Bani Hasyim. Ilustrasi: Ist
SEJAK Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah Daulah Umayyah (717-720 M/99-101 H), telah muncul gerakan oposisi yang hendak menumbangkan daulah tersebut. Oposisi ini dipimpin oleh Ali bin Abdullah, cucu Abbas bin Abdul Muthalib , paman Nabi Muhammad SAW.

Syamruddin Nasution dalam bukunya berjudul "Sejarah Peradaban Islam" (Yayasan Pusaka Riau, 2013) menyebut kelompok Sunni ini berhasil menjalin kerja sama dengan kelompok Syiah , karena mereka sama-sama keturunan Bani Hasyim.

Kedua kelompok tersebut juga menjalin kerja sama dengan orang-orang Persia , karena orang-orang Persia dianaktirikan oleh Daulah Umayyah, baik secara politik, ekonomi maupun sosial. Padahal mereka sudah lebih dahulu memiliki peradaban maju.

Tujuan aliansi adalah menegakkan kepemimpinan Bani Hasyim dengan merebutnya dari tangan Bani Umayyah. Untuk mencapai tujuan itu berbagai kelemahan Daulah Umayyah, mereka manfa’atkan sebaik-baiknya.

Mereka melantik dan menyebar para propagandis terutama untuk daerah-daerah yang penduduknya mayoritas bukan orang Arab. Tema propaganda ada dua. Pertama, al-Musawah (persamaan kedudukan), dan kedua, al-Ishlah (perbaikan) artinya kembali kepada ajaran al-Qur’an dan Hadits .

Tema pertama amat menarik di kalangan muslim non-Arab. Karena mereka selama ini dianaktirikan oleh Daulah Umayyah, baik secara politik, sosial dan ekonomi. Sedangkan tema kedua menarik di kalangan banyak ulama Sunni karena mereka melihat para khalifah Daulah Umayyah telah menyimpang dari al-Qur’an dan Sunnah Nabi.

Pada mulanya mereka melakukan gerakan rahasia. Akan tetapi ketika aliansi dipimpin oleh Ibrahim bin Muhammad, gerakan itu berubah menjadi terang-terangan.

Perubahan itu terjadi setelah mereka mendapat sambutan luas, terutama di wilayah Khurasan yang mayoritas penduduknya muslim non-Arab, dan setelah masuknya seorang jenderal cekatan ke dalam gerakan ini, yaitu Abu Muslim al-Khurasany.

Dia adalah seorang budak yang dibeli oleh Muhammad, ayah Ibrahim. Dia adalah kader yang dididik oleh Muhammad dan tinggal bersama anaknya Ibrahim. Dia dikirim Ibrahim sebagai propagandis ke tanah kelahirannya dan mendapat sambutan yang baik dari penduduk.

Dia membentuk pasukan militer yang terdiri dari 2.200 orang infantri dan 57 pasukan berkuda.

Namun, Pemimpin Daulah Umayyah berhasil menangkap Ibrahim dan mereka membunuhnya. Pimpinan aliansi dilanjutkan oleh saudaranya Abdul Abbas yang kelak menjadi khalifah pertama Daulah Abbasiyah.

Abul Abbas memindahkan markasnya ke Kufah dan bersembunyi di situ. Dalam pada itu Abu Muslim memerintahkan panglimanya, Quthaibah bin Syahib untuk merebut Kufah. Dalam gerakannya menuju Kufah, dia dihadang oleh pasukan Daulah Umayyah di Karbala.

Pertempuran sengit pun terjadi. Dia memenangkan peperangan itu. Akan tetapi dia tewas. Anaknya Hasan memegang kendali selanjutnya dan bergerak menuju Kufah, dan melalui pertempuran yang tidak begitu berarti kota Kufah itu dapat ditaklukkan.

Abul Abbas keluar dari persembunyiannya dan memperoklamirkan dirinya sebagai khalifah pertama, yang diberi nama dengan Daulah Abbasiyah dan dibai’at oleh penduduk Kufah di mesjid Kufah.

Mendengar hal itu, khalifah Marwan menggerakkan pasukan berkekuatan 120.000 orang tentara menuju Kufah. Untuk itu, Abul Abbas memerintahkan pamannya Abdullah bin Ali menyongsong musuh tersebut. Kedua pasukan itu bertemu di pinggir sungai Zab, anak sungai Tigris.

Pasukan Umayyah berperang tanpa semangat dan menderita kekalahan. Abdullah bin Ali melanjutkan serangan ke Syiria. Kota demi kota berjatuhan. Terakhir Damaskus, ibu kota Daulah Umayyah menyerah pada tanggal 26 April 750 M.

Khalifah Marwan melarikan diri ke Mesir, dan dikejar oleh pasukan Abdullah. Akhirnya dia tertangkap dan dibunuh pada tanggal 5 Agustus 750 M.

Dengan demikian, setelah Marwan bin Muhammad terbunuh sebagai khalifah terakhir Daulah Umayyah, maka resmilah berdiri Daulah Abbasiyah. Sementara orang-orang Syi’ah tidak memperoleh keuntungan politik dari kerja sama ini, dan mereka terpaksa memainkan peranan lagi sebagai kelompok oposisi pada pemerintahan Daulah Abbasiyah.

(mhy)
Miftah H. Yusufpati

No comments: