Kisah Pembunuhan Sultan Ternate, Kelicikan dan Kekejian Gubernur Portugis
Portugis berlayar ke Asia karena didorong oleh semboyan 3G (Gold, Glory and God). Suatu misi mencari kekayaan materi dan popularitas di atas dasar Ketuhanan Yesus. Jadi keluarnya Portugis dari Eropa masih dijiwai oleh semangat Perang Salib yang belum usai. Hal itu bisa dilihat bagaimana tindak orang-orang Portugis di berbagai negeri yang ia singgahi, jika negeri itu sudah dikuasai oleh orang-orang yang beragama Islam.
Dalam kawasan Asia Tenggara, bisa kita lihat bagaimana sepak terjang Portugis di bawah Alfonso Albuqueque yang ketika berhasil menaklukkan Malaka pada tahun 1511 M, sebagai pusat perdagangan dan dakwah Islam di kawasan Asia Tenggara.
Setelah berhasil menguasai Malaka, Portugis melanjutkan pelayarannya ke arah timur untuk mencari dan membeli rempah-rempa. Ternate sebagai pusat penghasil cengkeh, sebagai rempah-rempah yang sangat mahal dan digemari di Eropa telah menyebabkan terjadinya kontak antara Portugis dan Ternate.
Di dalam kontak inilah terjadi pergesekan-pergesekan tajam yang tidak hanya menguras energi, pikiran dan perasaan, tetapi sampai menumpahkan darah dengan cara yang keji. Demikian dikutip dari jurnal berjudul Tafsir Islami atas Perjuangan Sultan Khairun dalam Melawan Portugis di Kawasan Maluku Utara yang ditulis Darmawijaya, Dosen Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Khairun, Direktur Lembaga Study Ilmu Peradaban Islam (LSIPI) Ternate.
Sultan Khairun adalah merupakam bukti sejarah yang paling penomenal, bagaimana kebiadan Portugis dalam proses mengembangkan misinya yang bernama 3G itu.
Sultan Khairun Jamil kadang disebut juga Sultan Khairun adalah Sultan atau Raja Ternate ke-23, bertahta selama 1534-1570. Sultan Khairun merupakan ayah dari Sultan Baabullah yang pada akhirnya menjadi raja setelah Sultan Khairun meninggal.
Francisco Serrao adalah utusan Portugis yang pertama kali sampai di Ternate. Ia dijemput oleh utusan Sultan Bayanullah di Banda pada tahun 1512. Setelah mendarat di Ternate, Sultan Bayanullah sendiri yang menjemput Francisco Serrao di pelabuhan.
Setelah tinggal di Ternate, Francisco Serrao berhasil meyakinkan Sultan Bayanullah tentang kejujurannya sebagai pembeli tunggal rempah-rempah dengan harga bersaing dan syarat-syarat yang lunak. Tawaran Francisco Serrao diterima oleh Sultan Bayanullah, bahkan Francisco Serrao dipercaya sebagai penasehat pribadi Sultan Bayanullah.
Atas keberhasilan itu, Francisco Serrao segera mengabarkan kepada Raja Muda Portugis di Goa, India. Perjanjian Sultan Bayanullah dan Francisco Serrao ini menjadi langkah awal dari politik monopoli yang akan dijalankan Portugis di Ternate.
Keakraban Sultan Bayanullah dengan Francisco Serrao telah menuai masalah bagi diri Sultan Bayanullah. Pada tahun 1522, Sultan Bayanullah wafat karena diracuni oleh rakyatnya sendiri yang tidak senang melihat akrabnya Sultan Bayanullah dengan Francisco Serrao.
Sumber lain menyebutkan, bahwa Sultan Bayanullah meninggal karena diracuni oleh para pedagang Islam yang cemburu atas diberikannya hak monopoli perdagangan rempah-rempah kepada Portugis oleh Sultan Bayanullah.
Waktu Sultan Bayanullah wafat, ia meninggalkan seorang istri, Nyai Cili Nukila dan dua orang putra yang masih kecil, yaitu Deyalo dan Boheat. Karena putra sulung Sultan Bayanullah masih kecil, maka untuk sementara pemerintahan dijalankan oleh Nyai Cili Nukila sebagai Mangkubumi dan Taruwese sebagai raja muda.
Taruwese adalah orang kuat kesultanan yang sangat ambisius dan bekerja sangat erat dengan Gubernur Portugis de Menezes. Pada tahun 1528, putra sulung Sultan Bayanullah, Deyalo dilantik menjadi Sultan Ternate. Pada waktu itu, Deyalo berusia 20 tahun.
Deyalo hanya mampu berkuasa selama satu tahun. Pada tahun 1529, Deyalo disingkirkan oleh Taruwese yang bekerjasama dengan Portugis. Atas tindakan itu, Taruwese pun mati karena dibunuh oleh rakyat Ternate yang marah atas penyingkiran Deyalo sebagai Sultan Ternate.
Konflik antara Ternate dan Portugis berlanjut terus hingga mengalami titik puncaknya ketika Sultan Khairun dibunuh secara keji oleh Portugis di Ternate.
Kekejian dan Kelicikan Portugis di Ternate
Dalam pandangan rakyat Ternate, Sultan Khairun adalah sosok sultan yang berwibawa, baik dan tenang. Ia adalah seorang pemuka agama, tegas dalam menjalankan hukum dan keadilan serta patuh pada tuntunan syariat Islam.
Dalam catatan Portugis, dengan dilaksanakan hukum Islam oleh Sultan Khairun maka Ternate tumbuh menjadi Kesultanan yang aman dan damai, karena kurangnya tindakan-tindakan kriminal. Portugis merasa tidak puas dengan perkem-bangan Sultan Khairun yang semakin berhasil mengembangkan Kesultanan Ternate.
Singkat cerita, setelah berbagai cara dilakukan Portugis untuk menundukan Sultan Khairun namun tidak berhasil. Gubernur Portugis di Ternate, Lopez de Mesquita membuat rencana licik dan keji. Rol
No comments:
Post a Comment