Kisah Utsman bin Affan Melindungi Keluarganya yang Murtad

Kisah Utsman bin Affan...
Setelah Abdullah bin Abi Sarh tahu dirinya akan dijatuhi hukuman mati, ia lari kepada Utsman. Ilustrasi: Ist
Rasulullah SAW memaafkan kaum kafir Quraish begitu sukses membebaskan Makkah , kecuali beberapa orang karena mereka telah melakukan kejahatan besar. Mereka yang tidak bisa dimaafkan itu termasuk yang akan dijatuhi hukuman mati, sekalipun mereka berada di bawah tabir Kakbah.

Di antara mereka itu terdapat Abdullah bin Sa'd bin Abi Sarh, saudara susuan Utsman bin Affan . Abdullah sudah masuk Islam dan pernah menuliskan wahyu untuk Rasulullah SAW, tetapi kemudian ia murtad, kembali kepada Quraisy menjadi musyrik dan konon ia memalsukan wahyu yang ditulisnya.

Setelah Abdullah bin Abi Sarh tahu dirinya akan dijatuhi hukuman mati, ia lari kepada Utsman. Ia disebunyikan Utsman, sambil menunggu sampai orang-orang di Makkah menjadi tenang kembali.

Begitu kondisi memungkinkan, Utman bin Affan membawa saudaranya itu kepada Rasulullah dan dimintai perlindungan.

Ibnu Hisyam dalam Sirat Sayyidina Muhammad Rasulillah menulis: "Kata mereka bahwa Rasulullah SAW lama sekali diam kemudian berkata: Ya."

Sesudah ketika Utsman sudah pergi Rasulullah berkata kepada sahabat-sahabatnya di sekitarnya: "Saya diam supaya ada dari kalian yang tampil memenggal lehernya."

Salah seorang dari Ansar berkata: "Rasulullah, mengapa tidak memberi isyarat kepada saya?"

Kata Rasulullah: "Nabi itu tidak membunuh dengan isyarat."

Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Usman bin Affan, Antara Kekhalifahan dengan Kerajaan" yang diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah (Pustaka Litera AntarNusa, 1987) menyebutkan tindakan Utsman menengahi dengan memintakan ampunan bagi Abdullah bin Abi Sarh itu membuktikan betapa besar simpatinya kepada para kerabatnya.

"Juga hal itu membuktikan tentang posisi Utsman dalam pandangan Nabi," kata Haekal.

Ia mengharapkan sekiranya ada dari sahabatnya yang mau bertindak membunuh Ibn Abi Sarh. Namun itu disudahi dengan pengampunan untuk memenuhi keinginan Utsman. Atau barangkali ia berpendapat - dia yang sudah mengenal betul Utsman yang sangat pemalu itu - bahwa Utsman tidaklah semestinya akan membicarakan hal itu kepada Rasulullah di depan orang-orang yang hadir di sekelilingnya dengan meninggalkan rasa malunya, kalau tidak karena cintanya ingin mempertahankan Ibn Abi Sarh.

Oleh karenanya, Rasulullah tak sampai hati menolak harapan Utsman, yang berarti akan melukai hatinya, atau memberi jalan kepada Banu Umayyah untuk terus mengecamnya.

Posisinya itulah pula yang telah mendorong Rasulullah meminta Utsman menggantikannya di Madinah ketika beliau pergi dalam suatu ekspedisi ke Zat ar-Riqa'. Juga kemudian ketika beliau mengadakan ekspedisi ke Gatafan, Utsman diminta menggantikannya di Madinah.

(mhy)
Miftah H. Yusufpati

No comments: