Doa Rasulullah untuk Keluarga Zaid bin Ashim

Zaid bin Ashim dan keluarganya selalu mendukung syiar Islam pada zaman Nabi SAW. Red: Hasanul Rizqa
Doa Rasulullah untuk Keluarga Zaid bin Ashim
Foto: MgIt03
Doa Rasulullah untuk Keluarga Zaid bin Ashim

Keluarga Zaid bin Ashim merupakan salah satu dari penduduk Madinah yang pertama-tama beriman kepada Nabi Muhammad SAW. Bersama istrinya, Ummu Amarah Nasibah al-Maziniyah, dan dua oang putranya, yakni Habib dan Abdullah, Zaid berbaiat kepada Rasulullah SAW. Mereka, bersama dengan puluhan orang lainnya dari Madinah, melakukan sumpah setia itu di Aqabah.

Keluarga ini mendukung dakwah Rasulullah. Dalam Perang Uhud, pasangan Zaid dan Ummu Amarah ikut dalam pasukan Muslimin. Anak mereka, Abdullah bahkan mempertaruhkan nyawanya demi melindungi Nabi Muhammad SAW dari serbuan kaum musyrikin.

Oleh karena itu, Rasulullah pernah berdoa mengenai keluarga Zaid bin Ashim, "Semoga Allah melimpahkan berkat dan rahmat-Nya bagi kalian sekeluarga."

Saat Perang Badar dan Perang Uhud berkecamuk, Habib tidak turut serta karena usianya masih terlalu dini. Meski begitu, ia tetap membantu dalam hal persiapan logistik.

Ketika usianya sudah menginjak remaja, Habib ikut bersama saudara dan orang tuanya dalam berjihad di jalan Allah. Dalam setiap peperangan, putra Zaid bin Ashim itu biasanya diamanahkan memegang bendera panji-panji Islam sebagai tanda kokohnya barisan Muslimin.

Berawal dari mimpi

Ada sebuah kisah unik berkaitan dengan Abdullah, seorang putra Zaid bin Ashim. Ini berkaitan dengan awal mula syariat azan.

Pada awal kedatangan Rasulullah SAW dan kaum Muhajirin di Madinah, mereka mulai mendirikan masjid. Sesudah tempat ibadah itu berdiri, Nabi SAW ingin agar ada sebuah penanda yang memberi tahu orang-orang tentang masuknya waktu shalat.

Beberapa sahabat mengajukan usul. Ada yang menyarankan, tanda masuk waktu shalat adalah bunyi lonceng. Sebab, mereka melihat bahwa kaum Nasrani melakukannya, semisal di Negeri Syam. Ada pula yang usul, nyala api sebagai isyarat masuknya waktu shalat.

Namun, terhadap kedua usulan ini, Rasulullah SAW tidak setuju. Maka orang-orang kembali memikirkan cara yang lebih baik.

Kemudian, Umar bin Khattab berkata, "Bagaimana kalau kita menunjuk seseorang untuk menyerukan bahwa waktu shalat sudah tiba?"

Rasulullah SAW menyetujui usulan ini. Maka Bilal bin Rabah diperintahkannya sebagai penyeru tersebut.

Namun, masih ada satu masalah. Seperti apakah redaksi seruan itu?

Penyelesaian soal ini ditunda. Maka pulanglah orang-orang ke rumah masing-masing.

Seorang sahabat Nabi, Abdullah bin Zaid, terus memikirkan apakah teks yang tepat untuk memanggil orang-orang shalat. Pada malam harinya, ia bermimpi mendengarkan kalimat-kalimat yang indah.

Keesokan harinya, putra Zaid bin Ashim ini memberitahukan perihal mimpinya kepada Rasulullah SAW. Nabi SAW lalu merestui kalimat-kalimat yang didengar Abdullah itu sebagai teks seruan Bilal bin Rabah, tiap masuk waktu shalat.

Inilah awal mula redaksi azan, yang hingga kini masih terus bertahan.

Sebenarnya, Umar bin Khattab juga bermimpi yang serupa dengan yang dialami Abdullah. Bahkan, mimpi itu dialaminya 20 malam berturut-turut. Namun, baru belakangan sosok berjulukan al-Faruq itu memberitahukannya kepada Nabi SAW.

"Apa yang menghalangimu untuk menceritakan mimpi itu?" tanya beliau.

"Sungguh, Abdullah bin Zaid telah mendahuluiku. Maka aku pun menjadi malu," ungkap Umar.Rol

No comments: