Guru Besar Universitas Syiah Kuala Ungkap Bukti Arkeologi Awal Masuk Islam di Aceh

Temuan batu nisan di Lamreh, Krueng Raya, menguatkan hipotesis awal penyebaran Islam. Red: A.Syalaby Ichsan Prof Husaini (Kedua dari kanan)
Foto: Dok Universitas Syiah Kuala
Prof Husaini (Kedua dari kanan)

Arkeolog dari Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Prof Husaini mengupas awal mula masuk Islam ke Aceh lewat bukti arkeologi. Penelitian Husaini mengantarkan akademisi tersebut menjadi guru besar di  Universitas Syiah Kuala.

"Saya mengupas bukti arkeologi mengenai awal masuknya Islam di Aceh serta perdebatan di kalangan sarjana tentang asal-usul dan jalur penyebaran Islam," kata Husaini di Banda Aceh, Kamis (14/11/2024).

Sebelumnya, Universitas Syiah Kuala Banda Aceh kembali mengukuhkan empat guru besar dari berbagai disiplin ilmu pada Rabu (13/11). Salah seorang di antaranya adalah Husaini yang menekuni ilmu bidang arkeologi dan sejarah Aceh, terutama terkait perkembangan Islam di Nusantara.

Orasi ilmiah Husaini berjudul “Dari Lamuri ke Kampung Pande Hingga Nusantara: Analisis Perkembangan Islam Berdasarkan Bukti Arkeologi”. Dalam orasi ilmiahnya, Husaini menyatakan terdapat dua teori utama mengenai awal mula masuknya Islam di Aceh, yaitu teori Barat dan Timur.

Teori Barat, didukung oleh tokoh seperti Snouck Hurgronje dan Moquette, menyatakan bahwa Islam pertama kali masuk melalui Kerajaan Samudra Pasai di Aceh Utara sekitar tahun 1297 Masehi, yang dibuktikan oleh batu nisan Sultan Malik al-Salih.

Sementara itu, teori Timur, dipelopori oleh cendekiawan seperti Hamka dan Ali Hasjmy, menyebutkan bahwa Islam pertama kali masuk ke Aceh melalui wilayah Perlak di Aceh Timur pada abad ke-9 Masehi, didukung hasil seminar dan literatur kuno.

      Selain perbedaan waktu masuknya Islam, lanjut Husaini, kedua teori ini juga berbeda dalam menyebut asal kedatangan Islam ke Aceh."Di mana, teori Barat mengklaim bahwa Islam diperkenalkan oleh para pedagang dari India, sementara teori Timur berpendapat bahwa Islam dibawa langsung para mubaligh dari Arab," ujarnya.

Selain itu, dia menyampaikan bahwa sebelum Islam, masyarakat Aceh telah memiliki struktur pemerintahan dan kearifan lokal yang kuat, serta menganut kepercayaan Hindu atau Buddha. Namun, kemampuan mereka beradaptasi dengan perubahan menjadikan Islam mudah diterima sebagai ajaran baru di tanah rencong.

Salah satu bukti penting yang menguatkan hipotesisnya adalah temuan batu nisan di Lamreh, Krueng Raya, Aceh Besar yang menunjukkan kawasan tersebut merupakan salah satu pusat awal penyebaran Islam di Nusantara. Lamuri, kemudian berpindah ke kampung Pande, memiliki jejak-jejak arkeologis yang memperjelas peran pentingnya dalam sejarah penyebaran Islam.

"Batu nisan di wilayah Lamreh tersebut terbuat dari bahan lokal dan memiliki tingkat keindahan seni batu yang tinggi, mencerminkan keahlian masyarakat setempat pada masa itu," demikian Prof Husaini.

Sebagai informasi, Prof Husaini lahir di Pidie pada 31 Desember 1960, ia telah menempuh pendidikan tinggi di bidang sejarah dan arkeologi, mulai dari sarjana di USK, magister di Universitas Indonesia, hingga doktor di Universiti Sains Malaysia.

Prof Husaini juga memiliki pengalaman panjang sebagai pengajar di USK sejak 1986 dan telah menduduki berbagai posisi, termasuk Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah, Kepala Pusat Penelitian Ilmu Sosial dan Budaya, hingga Kepala Laboratorium Pendidikan Sejarah FKIP USK.

Dengan pengukuhan menjadi guru besar, Prof Husaini ingin terus mengembangkan penelitian di bidang sejarah dan arkeologi Islam. Khususnya, terkait bukti awal peradaban Islam di Aceh, sekaligus memperkaya wawasan sejarah yang lebih mendalam bagi generasi muda di Aceh dan Indonesia.Rol

No comments: