Di masa remajanya, Sudirman menjadi anggota kepanduan Muhammadiyah, Hizbul Wathan.
Red: Hasanul Rizqa
Foto: dok wiki
Jenderal Sudirman (foto tahun 1946)
Dalam biografi resmi yang dirilis Pusat Sejarah TNI, ada pelbagai cerita mengenai besarnya pengaruh Hizbul Wathan (HW) dalam membentuk pribadi Jenderal Besar Sudirman. Tokoh militer Indonesia itu pada masa remajanya bergabung dengan kepanduan dalam lingkup Muhammadiyah tersebut.
“Melalui kegiatan Hizbul Wathan, bakat bakat kepemimpinan Sudirman terlihat. Ia menjadi pandu yang disiplin, dan bertanggung jawab, cinta terhadap alam,” demikian petikan narasi dalam buku tersebut.
Secara umum, ada tiga kegiatan yang diikuti Sudirman muda sebagai seorang pandu HW, yakni pendidikan rohani, pelatihan jasmani, dan karya bakti.
Untuk yang terakhir itu, lelaki kelahiran Purbalingga (Jawa Tengah) itu diharuskan aktif dalam Majelis Penolong Kesengsaraan Oemat (kini PKU) Muhammadiyah. Bersama rekan-rekannya, ia ikut mengumpulkan zakat, mempersiapkan penyelenggaraan shalat id, menyembelih hewan kurban dan membagikan daging kepada warga, serta pelbagai kegiatan positif lain-lainnya.
Ada pula satu kisah perkemahan pandu HW di Lereng Batur, daerah Dieng Wonosobo. Dlaam kegiatan itu, tampak karakteristik Sudirman remaja saat menghadapi situasi dan kondisi yang ekstrem.
Menjelang malam, turun hujan deras. Udara menjadi sangat dingin. Rekan-rekan Sudirman yang tak kuat dingin meminta izin untuk pindah tenda atau turun ke rumah penduduk.
Sementara, Sudirman tetap dalam tendanya. Seorang kawannya yang bertugas jaga malam sempat mendengar lantunan bacaan ayat Kursi--Alquran surah al-Baqarah ayat ke-255--dari dalam tenda Sudirman. Setelah itu, ia terlihat mengenakan baju hangat dan menunaikan shalat malam.
Ikut berdakwah
Hizbul Wathan menjadi jalan awal bagi Sudirman muda untuk terjun ke lapangan dakwah sebagai seorang kader Muhammadiyah. Keaktifannya pun tercatat dalam Pemuda Muhammadiyah. Pada 1937, ia menjadi wakil Pemuda Muhammadiyah wilayah Banyumas.
Di Pemuda Muhammadiyah pula, kecakapan Sudirman dalam berdakwah kian terasah. Seorang kawan aktivis di organisasi, Hardjomartono, memberikan kesaksian, sebagaimana direkam Sardiman dalam bukunya. Menurut dia, Pak Dirman biasa berdakwah di pelbagai daerah sekitar Banyumas, termasuk Rawalo.
Di sana, pernah Hardjomartono dan kawan-kawan berbincang dengan Sudirman. “Wahai para pemuda Muhammadiyah! Ada dua pilihan penting dalam kehidupan yang kita jalani saat ini. Pertama, iskhariman, yakni hidup yang mulia. Yang kedua, musyahidan, yakni mati syahid. Kalian memilih yang mana?” kata Hardjomartono menirukan perkataan Sudirman waktu itu.
“Kalau memilih iskhariman, bagaimana syaratnya?” kata seorang kawan.
“Kamu harus selalu beribadah dan berjuang untuk agama Islam,” jawab Sudirman.
“Bagaimana kalau musyahidan?” timpal Hardjomartono.
“Kamu harus berjuang melawan setiap bentuk kebatilan dan berjuang untuk memajukan Islam.”
“Jadi, semua harus berjuang?" sambung yang lain.
“Kedua pilihan itu seimbang,” jelas Sudirman, “maka kita akan mendapatkan semua kalau mau. Salah satu musuh penghalang saat ini adalah penjajahan. Agar pemuda mendapatkan kemuliaan, maka harus bersiap untuk berjuang, siap syahid untuk mendapatkan kemerdekaan. Para pemuda harus berani untuk jihad fisabillilah.”ROl
No comments:
Post a Comment