Kisah Ummu Misthah : Saksi Ummul Mukminin Aisyah RA dari Berita Hoaks
Kisah Ummu Misthah ini berkiatan dengan adanya berita fitnah atau hoaks , dan ini membuktikan bahwa penyebaran berita bohong atau hoaks ternyata pernah terjadi di zaman Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam.
Yang membuat sedih, kabar keji ini justru menimpa Ummul Mukminin Aisyah , isteri tercinta Rasulullah. Tercatat dalam sejarah kisah Aisyah radhiyallahu'anha yang dituduh berbuat keji. Semua orang menggunjingkannya, akibat berita hoaks tersebut.
Tuduhan terhadap Aisyah bermula ketika ia tertinggal dari rombongan muslimin sepulang dari perang melawan Bani Mustaliq pada tahun 5 Hijriyyah. Di tengah perjalanan, ia keluar dari sedekup karena hendak mencari kalungnya yang hilang. Namun saat kembali ke rombongan, ternyata ia tertinggal. Tubuh Aisyah yang mungil sangat ringan hingga tak ada yang tahu bahwa sedekupnya kosong.
Aisyah pun kemudian berteduh di bawah pohon sembari berharap rombongan akan putar balik untuk mencarinya. Namun bukan rombongan yang tiba melainkan seorang sahabat Rasul bernama Safwan bin Muattal. Ummul Mukminin kemudian dipersilahkan menungganggi unta Safwan sementara sang shahabat berjalan menuntun unta. Keduanya pun kembali ke Madinah. Dari situlah desas-desus bermula. Kaum munafikin memulai tuduhan keji terhadap Aisyah dan Shafwan.
Ketika banyak orang menggunjing dan meragukan Aisyah, ada seorang shahabiyah yang senantiasa menemani dan membelanya, ialah Ummu Misthah. Seorang perempuan dari kalangan Quraisy, anak bibi sahabat yang mulia, Abu Bakr Ash-Shiddiq, bernama lengkap Ummu Misthah bintu Abi Ruhm bin Al-Muththalib bin ‘Abdi Manaf bin Qushay Al-Qurasyiyah At-Taimiyah. Ibunya bernama Raithah bintu Shakhr bin ‘Amir bin Ka’b bin Sa’d bin Taim bin Murrah.
Bersumber dari beberapa buku tentang para shahabiyah (sahabat perempuan Rasulullah), diriwayatkan Ummu Misthah menikah dengan Utsatsah bin ‘Abbad bin Al-Muththalib bin ‘Abdi Manaf. Dari pernikahan itu, Allah anugerahkan dua orang anak, Misthah dan Hindun. Kelak, Misthah menjadi seorang sahabat yang mempunyai kemuliaan, ikut terjun dalam pertempuran Badr.
Namun dalam perjalanan waktu, sebagai seorang manusia, Misthah pernah tergelincir dalam kesalahan. Berawal dari tersebarnya berita bohong tentang Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu'anha yang diembuskan oleh gembong munafikin, Abdullah bin Ubay bin Salul. Berita itu begitu dahsyat mengguncang kaum muslimin, hingga ada di antara para sahabat yang tergelincir, turut membicarakan ‘Aisyah. Salah satunya adalah Misthah bin Utsatsah, putra Ummu Misthah.
Suatu malam, Ummu Misthah mengantar Aisyah yang sedang sakit ke khala’, tempat menunaikan hajat. Kebiasaan kaum Arab pada waktu itu, sebelum mereka membuat tempat menunaikan hajat di dekat rumah, mereka pergi ke tempat yang sunyi dan jauh dari pemukiman untuk menunaikan hajat. Biasanya para wanita pergi ke tempat tersebut pada malam hari. Saat kembali dari khala’, di tengah perjalanan Ummu Misthah tersandung. Kakinya tersangkut pakaiannya sendiri.
“Celaka Misthah!” ucapan itu spontan meluncur dari lisannya.
Aisyah keheranan. “Jelek sekali ucapanmu! Apakah engkau memaki seseorang yang ikut dalam Perang Badr?” kata ‘Aisyah.
“Apakah engkau tak pernah mendengar ucapannya?” tanya Ummu Mishthah.
“Apa itu?” ‘Aisyah balik bertanya.
Ummu Misthah pun mengabarkan bahwa putranya turut membicarakan berita keji tentang Aisyah. Karenanyalah tanpa sadar ia mengatai jelek anaknya sendiri. Hal itu karena ia mengingkari perbuatan putranya dan selalu membela dan berada di pihak Aisyah. Tetapi hikmahnya, dari Ummu Misthah-lah ‘Aisyah tahu hoaks yang sedang beredar di Madinah saat itu.
Setelah peristiwa itu, kondisi Aisyah ternyata makin buruk. Sakitnya makin parah. Allah pun kemudian menjadi pembela Aisyah yang segera membungkam seluruh penyebar gosip dan tuduhan palsu. Ar Rabb menurunkan ayat yang berisikan pembelaan terhadap Aisyah dalam surah An Nur ayat 22.
Allah Ta'ala berfirman :
وَلَا يَاۡتَلِ اُولُوا الۡـفَضۡلِ مِنۡكُمۡ وَالسَّعَةِ اَنۡ يُّؤۡتُوۡۤا اُولِى الۡقُرۡبٰى وَالۡمَسٰكِيۡنَ وَالۡمُهٰجِرِيۡنَ فِىۡ سَبِيۡلِ اللّٰهِ ۖ وَلۡيَـعۡفُوۡا وَلۡيَـصۡفَحُوۡا ؕ اَلَا تُحِبُّوۡنَ اَنۡ يَّغۡفِرَ اللّٰهُ لَـكُمۡ ؕ وَاللّٰهُ غَفُوۡرٌ رَّحِيۡمٌ
Wa laa yaatali ulul fadli minkum wassa'ati ai yu'tuuu ulil qurbaa walmasaakiina walmuhaajiriina fii sabiilillaahi walya'fuu walyasfahuu; alaa tuhibbuuna ai yaghfiral laahu lakum; wal laahu Ghafuurur Rahiim.
Artinya: "Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kerabat(nya), orang-orang miskin dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."
Setelah turun ayat tersebut, Rasulullah pun menetapkan hukum cambuk pada shahabat yang terjatuh dalam kesalahan menyebarkan berita keji tentang Ummul Mukminin. Salah satu dari mereka bukan lain adalah putra Ummu Misthah. Agar Misthah terampuni dosanya, Ummu Misthah pun meridhai putranya dihukum cambuk.
Wallahu A'lam
(wid)
Widaningsih
No comments:
Post a Comment