Nashruddin Hoja dan Keledainya

Kisah Nashruddin Hoja ini mengajarkan pentingnya istikamah. Red: Hasanul Rizqa Nashruddin Hoja
Foto:
Alkisah, dalam kitab Azhraf al-Zharfa', Nashruddin Hoja bersama putranya pergi ke pasar mengendarai keledai, sementara putranya berjalan di sampingnya. Ketika melewati kerumunan, terdengar celoteh, "Dasar orang tua semena-mena, masak anaknya disuruh berjalan kaki." Merasa tidak nyaman dengan celotehan, Hoja turun dari punggung keledai dan berganti posisi dengan anak.

Di kerumunan lain, terdengar cemoohan, "Dasar anak durhaka, tega sekali membiarkan bapaknya berjalan kaki sementara ia duduk enak." Ia menyuruh putranya turun dan berjalan kaki bersamanya sementara keledainya dituntun.

Beberapa langkah kemudian, orang-orang berkomentar, "Orang aneh, mengapa keledai itu tidak dinaiki." Ia bersama sang anak menaiki punggung keledai. Di lokasi selanjutnya, orang-orang berseloroh, "Bapak dan anak sama dungunya, masak seekor keledai lemah ditunggangi berdua."

Tak mau dianggap orang bersalah, Hoja dan anaknya turun, lalu keledai itu dipanggul berdua. Anak-anak kecil yang melihatnya girang dan tertawa-tawa. Keduanya berjalan hingga sampai di jembatan kecil. Ia bingung dan serbasalah. Akhirnya, keledai itu dilemparnya ke sungai.

Cerita di atas adalah gambaran orang yang tidak teguh dalam prinsip. Nashruddin Hoja adalah seorang tokoh unik pada masa keemasan Islam.

Dalam kisah itu, ia bermaksud pergi ke pasar untuk berdagang bersama putranya. Dalam perjalanan, ia terjebak dalam tindakan yang membuat dirinya kebingungan.

Bingung bukan lantaran tawar-menawar harga atau menghitung keuntungan, melainkan bingung karena melakukan tindakan yang tak dimengerti oleh dirinya sendiri. Hoja lupa bahwa tujuan perjalanannya adalah berdagang ke pasar. Maksud hati menyenangkan setiap orang, apa daya bingung yang didapat.

Karakter Nashruddin Hoja dalam kisah di atas menurut teori kepribadian dikenal dengan conformist personality, pembawaan kepribadian yang cenderung membiarkan sikap dan pendapat orang lain untuk menguasai dirinya. Tindakan ini muncul karena ada perasaan khawatir tidak mendapat pengakuan dari orang lain. Dampak dari kepribadian ini adalah rentan untuk dikuasai oleh pengaruh-pengaruh liar dan tak mampu mempertahankan tujuan atau prinsip.

Menurut hierarki Maslow, aktualisasi diri merupakan kebutuhan tertinggi (meta-needs) dalam hidup. Aktualisasi diri muncul karena adanya konsistensi terhadap tujuan. Aktualisasi diri penting sebab jika tak terpenuhi (bagi sebagian orang yang telah terpenuhi kebutuhan dasarnya) bisa berakibat metapatologi (penyakit kejiwaan), seperti sinisme, kebencian, kegelisahan, depresi dan metapatologi lainnya.

Namun, dalam kisah ini, ia terlampau khawatir sehingga melakukan kekeliruan cara meraihnya, bakan mengorbankan tujuannya. Akibatnya, Hoja menderita kerugian waktu, energi, dan keledai.

Alquran memberi solusi untuk mengantisipasi kekeliruan di atas, yaitu dengan istiqamah (konsistensi). "Tetap teguhlah kamu pada jalan yang benar sebagaimana yang telah diperintahkan kepadamu." (QS Hud: 112).

Selanjutnya, bertawakal dengan keputusan yang telah diambil. "Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya." (QS Ali Imran: 159).Rol

No comments: