Timur Lenk, Sang Penakluk Asia Tengah

Timur Lenk turut berperan dalam menjadikan Asia tengah pusat peradaban Islam. Red: Hasanul Rizqa Timur Lenk.
Foto: pixabay
Timur Lenk.
Nama timur dalam bahasa Turki Chaghadai berarti ‘besi.’ Adapun lenk bermakna ‘pincang.’ Jenderal militer kelahiran tahun 1336 itu dinamakan Timur i Lenk atau ‘Timur Si Pincang.’ Tidak ada penjelasan yang pasti perihal disabilitas fisik ini. Sebuah sumber menyatakan, kaki kiri lelaki itu memang tidak normal sejak lahir. Ada pula yang menyebut, ia mengalami luka parah pada kakinya saat sedang menggembala ternak ketika masih anak-anak.

Keluarganya berdarah Mongol, tetapi sangat condong secara kultural pada budaya Turki. Timur Lenk lahir di kawasan Transoxiana. Ayahnya, Taragai, mengepalai Suku Barlas, yang masih tergolong bangsa Mongol Muslim. Oleh bapaknya, ia dididik untuk mengenal Alquran dan dasar-dasar agama Islam. Pada masa itu, pribadinya disebutkan ramah dan mudah bersimpati.

Meskipun cerdas, dunia kesarjanaan ternyata kurang menarik perhatiannya. Timur memilih berkarier di ranah militer. Ia pun bergabung dengan pasukan penguasa lokal, Amir Husein. Kemampuannya yang cakap membuatnya cukup mudah menapaki jenjang demi jenjang. Akhirnya, ia menjadi pemimpin tentara yang disegani.

Wilayah Transoxiana menjadi incaran Moghulistan. Sekitar tahun 1360, daerah tersebut akhirnya diserang Tughluq. Timur Lenk yang semula berpihak pada penguasa lokal, berbalik haluan menjadi pendukung raja Moghulistan tersebut. Hal itu terjadi setelah Tughluq berjanji akan mengangkatnya sebagai gubernur Transoxiana sesudah aneksasi usai.

Namun, Tughluq sempat berkhianat dengan menempatkan putranya sendiri, Ilyas Khoja, sebagai penguasa di Transoxiana. Bersama dengan para pendukungnya, Timur Lenk berhasil menghalau balatentara Ilyas Khoja. Pada 1963, Tughluq wafat. Timur Lenk perlahan-lahan naik sebagai penguasa de facto di kawasan tersebut.

Selama beberapa tahun, ia berupaya mewujudkan stabilitas politik dengan pelbagai strategi. Bukan hanya mengatasi pengaruh Ilyas Khoja, tetapi juga Amir Husein. Setelah berhasil mengambil alih Negeri Chaghadai, ia mendeklarasikan berdirinya dinasti baru, yakni Timurid atau Timuriyah. Pada 1370, Samarkand ditetapkannya sebagai ibu kota kerajaan.

KZ Ashrafyan dalam artikelnya, “Central Asia under Timur from 1370 to the Early 15th Century” mengatakan, Timur dipandang luas saat itu sebagai pelindung syariat sekaligus pemimpin militer yang ditakuti. Ia menjuluki dirinya sendiri Syaifullah atau ‘pedang Allah.’

Selama 35 tahun memimpin, Timur berhasil merebut berbagai wilayah di sekitar Laut Kaspia, lembah Sungai Ural dan Volga. Seluruh Persia hingga kawasan Irak utara dan bahkan Baghdad berhasil dikendalikannya. Di sisi timur, ia berhasil menduduki daerah hingga perbatasan Pegunungan Hindu Kush.

Tidak jauh berbeda dengan para tokoh militer Mongol, Timur Lenk menerapkan taktik yang kejam. Sebagai contoh, serbuannya atas Isfahan. Rakyat setempat dan penguasa lokal enggan menyerahkan pajak pada Samarkand. Maka kota tersebut diserbunya. Sekira 200 ribu warga tempatan dibantainya.

Masa keemasan

Bagaimanapun bengisnya, Timur Lenk cukup visioner dengan tidak gegabah dalam menyapu suatu daerah. Saat melakukan penyerbuan, ia menghindari tindakan apa pun yang berpotensi merusak tempat-tempat ibadah serta pusat-pusat keilmuan, termasuk madrasah dan perpustakaan. Kemudian, warga lokal yang berasal dari kalangan ulama, cendekiawan, ilmuwan, dan seniman dibiarkannya hidup. Mereka lantas diajak atau dipaksa hijrah ke ibu kota, yakni Samarkand. Dengan begitu, Timur menjadikan pusat kerajaannya bergeliat dengan pelbagai aktivitas keilmuan dan seni.

Semasa hidupnya, sang penakluk menjadi patron banyak ilmuwan dan seniman terkemuka. Sebut saja, sejarawan Ibnu Khaldun dan penyari Persia, Hafez. Kelak, para penerus takhta Dinasti Timuriyah juga mengikuti jejaknya dalam mendukung kemajuan sains dan seni di Samarkand.Rol

No comments: