Masjid Al-Khulafa, Jejak Anggun Dinasti Abbasiyah

Kompleks Masjid al-Khulafa di Baghdad, Irak. | Wikimedia Commons

Arsitektur

Masjid di Kota Baghdad, Irak, itu telah melampaui usia 11 abad.

HASANUL RIZQA

Baghdad menyimpan jutaan pesona peradaban Islam. Ada banyak peninggalan kebudayaan di kota yang pernah menjadi pusat Kekhalifahan Abbasiyah itu. Di antaranya berupa karya-karya arsitektur yang tak lekang oleh masa.

Lihat saja, Masjid al-Khulafa yang berdiri di sisi timur Sungai Tigris. Kompleks tempat ibadah itu merupakan salah satu bangunan kuno di ibu kota Irak. Kini, usianya sudah melampaui 11 abad.

Masjid tersebut dibangun pada masa Khalifah al-Muktafi. Raja Abbasiyah itu memerintah pada awal abad ke-10 M. Seperti tampak pada namanya, masjid ini didirikan untuk menghormati jasa-jasa sang khalifah.

Alasan lainnya, tempat ibadah itu secara khusus diperuntukkan hanya bagi khalifah dan keluarganya. Karena itu, Masjid al-Khulafah disebut pula sebagai Masjid al-Qashr atau Masjid Istana. Pada mulanya, lokasi bangunan itu berada di dalam kompleks tempat tinggal raja Abbasiyah.

Masjid yang digunakan kaum Muslimin-Sunni itu memiliki menara yang sangat indah.

Masjid yang didominasi warna krem itu merupakan salah satu bangunan yang menonjol (landmark) di kota setempat. Pengelana yang masyhur, Ibnu Battutah, pernah menyambangi Baghdad pada 1327 M. Dirinya pun menyempatkan diri untuk berkunjung ke masjid tersebut.

Masjid yang digunakan kaum Muslimin-Sunni itu memiliki menara yang sangat indah. Tingginya mencapai 34 meter. Menara itulah yang menjadi satu-satunya bagian yang tersisa dari konstruksi asli kompleks Masjid al-Khulafah. Anda dapat melihatnya berdiri tegak di sudut tenggara tembok batas (sahn).

Menara masjid itu dibangun dari batu bata dan plester. Bagian fondasinya dihiasi muqarnas atau kubah stalaktit yang menonjolkan cerukan sebagai ciri khas. Adapun bingkai atau sisi permukaan menara diukir dengan ornamen-ornamen yang indah. Selain pola-pola geometris, ada pula kaligrafi yang menggunakan corak Kufi.

Pada 1960, Pemerintah Irak melakukan pemugaran besar-besaran pada Masjid al-Khulafah. Begitu pula dengan bagian menaranya. Mazin Jaber dan Emad Hani Ismaeel memberikan penjelasan dalam artikelnya, “The Iraqi Practices in Urban Conservation: An Assessment of Some Projects in Baghdad After 1950”.

photo
Bagian mimbar Masjid al-Khulafa Baghdad, Irak. - (DOK WIKIPEDIA)

Arsitek yang menangani desain rekonstruksi Masjid al-Khulafah saat itu ialah Mohamed Makiya. Menurut mereka, inilah proyek pertama sang arsitek dalam merancang bangunan fasilitas publik. Dan, pengerjaannya menimbulkan tantangan tersendiri. Misalnya, pada dimensi dan lokasi situs itu sendiri yang berdekatan dengan pusat Kota Baghdad.

Makiya berjuang dengan Kementerian Wakaf Irak selama dua tahun dalam upaya membangun struktur yang sebanding dengan pentingnya nilai historis menara itu. Baginya, membangun masjid baru yang menggabungkan monumen penting dalam lingkungan modern menantangnya untuk mengekspresikan karakter tradisional dalam suasana arsitektur baru.

Akhirnya, proyek itu tuntas dikerjakan sekitar 1970. Namun, kira-kira 10 tahun kemudian pemerintah kota setempat menyetujui proposal untuk membangun masjid baru di kawasan al-Khulafah. Kebaruan itu haruslah tetap melestarikan nilai-nilai sejarah yang dipancarkan kompleks masjid dari era Abbasiyah itu. Untuk proyek pada 1980-an itu, Makiya kembali ditunjuk sebagai arsiteknya.

photo
Bagian dalam kubah Masjid al-Khulafa menampilkan corak ornamen kaligrafi. - (DOK WIKIPEDIA)

Kini, Masjid al-Khulafah tampak lebih kokoh. Ruang shalat di sana berbentuk segi delapan, dan tingginya 14 meter dengan kubah yang naik tujuh meter tambahan. Kolom dan balok cincin menopang kubah. Di dasarnya adalah galeri melengkung dan pita dekorasi keramik hitam dan putih.

Hiasan yang ada menampilkan kaligrafi Kufi yang sangat geometris, yang dimaksudkan untuk menyelaraskan dengan gaya kaligrafi Kufi yang lebih tradisional di menara. Bagian luar kubah dilapisi bata kuning geometris yang serasi dengan bata di menara. Dinding luar aula juga dilapisi dengan berbagai corak batu bata kuning, disusun dalam pola geometris. Dinding interior didekorasi dengan beton pracetak, disusun dalam dua pita: pola geometris di atas lengkungan runcing.

Namun, hari ini ada kekhawatiran kehancurannya karena kurangnya pemeliharaan yang diduga berasal dari perpecahan sektarian antara masjid yang berorientasi Sunni dan pemerintah-mayoritas Syiah. Kecemasan itu wajar adanya sebab menara masjid tersebut sudah berusia ratusan tahun. Karena kemiringan menara, masjid ini lebih dikenal oleh penduduk setempat sebagai “Al'ahdab” yang berarti si bungkuk.Rol

No comments: